Kisah Mengharukan Detik-detik Wafatnya Rasulullah SAW
Kisah Kali ini adalah kisah yang mengharukan, detik-detik wafatnya Rasulullah SAW. Sang manusia agung, yang menjadi panutan
seluruh manusia. Yang sosoknya tidak akan lekang dimakan oleh waktu. Semoga kisah
ini menambah rasa cinta kita terhadap beliau untuk mengikuti jejaknya, Berikut kisah
nya :
Diriwayatkan bahwa ayat Al maidah ayat
3, diturunkan setelah Ashar hari Jum’at di Arafah pada Haji Wada’. Waktu itu
Nabi Muhammad SAW sedang mengerjakan wukuf di Arafah diatas unta, dan setelah
ayat ini tidak lagi turun ayat tentang kewajiban. Ketika turun ayat ini Nabi
Muhammad SAW merasa tidak kuat menanggung arti dari ayat tersebut. Beliau
bertelekan (bersandar) pada untanya dan unta pun tertunduk.
Turunlah Malaikat
Jibril dan berkata :”Ya Muhammad, benar-benar telah sempurna hari ini perihal
agamamu dan telah selesai apa yang telah diperintahkan Tuhanmu kepadamu, dan
apa yang dilarangNya padamu. Kumpulkan
sahabat-sahabatmu dan kabarkan pada mereka bahwa aku tidak
akan lagi turun
kepadamu setelah hari ini.” Lalu kembalilah Rasulullah dari Mekah ke Madinah.
Dikumpulkannya sahabat-sahabatnya dan dibacakannya ayat tersebut kepada mereka
serta menceritakan kepada mereka tentang apa yang dikatakan oleh Jibril AS.
Mendengar berita
tersebut bergembiralah para sahabat dan mereka berkata :“Telah sempurna Agama
kita” Kecuali Abu bakar ra. Dia sangat bersedih dan kembali kerumahnya. Dia mengunci
pintu dan tenggelam dalam tangisnya siang malam. Para sahabat mendengar keadaan
Abu Bakar itu, mereka berkumpul dan mendatangi rumah Abu Bakar ra.
Mereka bertanya :
”Hai Abu Bakar, mengapa engkau menangis pada saat kita harus bergembira dan
senang? Karena Allah SWT telah
menyempurnakan Agama
kita.”
Abu Bakar berkata :
”Hai para Sahabat,
kamu semua tidak
mengetahui bencana yang akan menimpamu.
Bukankah kamu mendengar
bahwa suatu perkara apabila telah sempurna maka
akan muncul
kekurangannya? Ayat ini mengabarkan tentang perpisahan
kita, tentang
keyatiman Hasan dan Husain dan tentang Istri-istri Nabi
Muhammad SAW yang
akan menjadi janda.”
Maka terjadilah
teriakan diantara para sahabat, mereka semua menangis,
dan Sahabat-sahabat
lain yang tidak ikut hadir dirumah Abu Bakar
mendengar tangisan
dari kamar Abu Bakar, lalu mereka datang kepada Nabi
Muhammad SAW, dan
mereka berkata :”Ya Rasulullah, kami tidak tahu bagaimana keadaan para sahabat
itu, hanya saja kami mendengar tangisan dan teriakan mereka.”
Maka berubahlah wajah
Nabi Muhammad SAW dan berdiri segera menuju rumah
Abu Bakar dan bertemu
para sahabat. Beliau melihat mereka dalam keadaan tersebut diatas,
Kemudian bersabda :
”Apakah yang membuat kamu menangis?”
Berkatalah Ali ra.:
”Tadi Abu Bakar berkata, Aku telah mencium bau wafat Rasulullah SAW dari
ayat ini. Apakah
benar ayat ini dapat diambil sebagai petunjuk atas wafatmu?”.
Nabi Muhammad SAW
bersabda : ”Benar Abu Bakar dalam ucapannya itu. Memang benar telah dekat
keberangkatanku dari hadapanmu dan telah tiba saat perpisahanku dengan kamu
semua.”
Setelah Abu Bakar ra.
mendengar sabda Rasulullah itu berteriaklah dia sekeras-kerasnya dan jatuh tak
sadarkan diri.
Ali ra. bergetar
tubuhnya dan para sahabat lain menjadi ribut, mereka
ketakutan semuanya
dan menangis sejadi-jadinya, hingga gunung-gunung
dan batu-batu ikut
menangis bersama mereka, demikian pula para
Malaikat. Ulat-ulat
dan binatang-binatang darat maupun di laut,
semuanya ikut
menangis.
Kemudian Nabi
Muhammad SAW berjabatan dengan para setiap orang dari
para sahabat,
berpamitan dan menangis serta memberi wasiat kepada
mereka. Kemudian
Beliau hidup setelah turunnya ayat tersebut dalam
delapan puluh satu
hari.
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi
Muhammad SAW, Beliau
memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada
manusia. Bilal lalu
menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat
Muhajirin dan Anshar
ke Masjid Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan
shalat dua rakaat
ringan bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar,
memuji dan menyebut
keagungan Allah SWT.
Beliau berkhutbah
dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya, dan air mata
bercucuran karenanya.
Kemudian Beliau
bersabda :
”Wahai sekalian
muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi kepada kamu,
pemberi nasihat dan
berda’wah kepada Allah SWT dengan seijinNya. Dan
aku berlaku kepadamu
sebagai seorang saudara yang menyayangi dan
sekaligus sebagai
ayah yang belas kasih. Barang siapa diantara kamu
yang mempunyai suatu
penganiayaan pada diriku, maka hendaklah dia
berdiri dan membalas
kepadaku sebelum datang balas membalas di hari
kiamat.”
Tidak ada seorangpun
yang berdiri menghadapnya, sehingga Beliau
bersabda demikian
kedua kali dan ketiga kalinya. Barulah berdiri
seorang laki-laki
bernama Ukasyah bin Muhshin.
Berdirilah dia
didepan Nabi Muhammad SAW dan berkata : “Demi
Ayah dan Ibuku
sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak
mengumumkan kepada
kami berkali-kali, tentu aku tidak akan mengajukan
sesuatu mengenai itu.
Sungguh aku pernah bersamamu di Perang Badar.
Saat itu untaku
mendahului untamu. Maka turunlan aku dari unta dan
mendekatimu agar aku
dapat mencium pahamu. Tetapi engkau lalu
mengangkat tongkat
yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta agar
cepat jalannya dan
engkau pukul lambungku. Aku tidak tahu apakah itu
atas kesengajaan
dirimu atau engkau maksudkan untuk memukul untamu ya
Rasulullah?”.
Rasulullah bersabda:
”Mohon perlindungan kepada Allah hai Ukasyah, kalau Rasulullah sengaja
memukulmu."
Bersabda lagi Beliau
kepada Bilal: ”Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan
tongkatku.”
Maka keluarlah Bilal
dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya:
”Ini adalah
Rasulullah, sekarang Beliau memberikan dirinya untuk diqishash.”
Dia mengetuk pintu
Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: ”Siapa yang ada di depan pintu?”
Bilal menjawab: ”Aku
datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”
Fathimah bertanya :
”Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?”
Bilal menjawab: ”Hai
Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di qhisash."
Fathimah bertanya
lagi: ”Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”
Lalu Bilal mengambil
tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta
memberikan tongkat
itu kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian
menyerahkannya kepada Ukasyah.
Ketika
Abu Bakar dan
Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka berdua dan berkata : ”Hai
Ukasyah, aku masih berada didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah
engkau
membalas kepada Nabi Muhammad SAW.”
Bersabdalah
Rasulullah SAW: ”Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.”
Berdiri pula Ali ra.
dan berkatalah dia: ”Hai Ukasyah, aku
masih hidup didepan
Nabi Muhammad SAW. Tidak akan aku sampai hati kalau
engkau membalas
Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah
aku dengan tanganmu
dan deralah aku dengan tanganmu.”
Nabi Muhammad SAW
bersabda : ”Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”
Berdiri pula Hasan
dan Husain, dan mereka berkata : ”Hai
Ukasyah, bukankan
engkau mengenal kami berdua. Kami adalah dua orang
cucu Rasulullah.
Membalas kepada kami adalah sama seperti membalas
kepada Rasulullah.”
Nabi Muhammad SAW
bersabda : ”Duduklah engkau berdua wahai kegembiraan mataku.”
Kemudian Nabi
Muhammad SAW bersabda: ”Hai Ukasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.”
Ukasyah berkata: ”Ya
Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak terhalang
pakaianku.”
Lalu Rasulullah
menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang hadir seraya
menangis.
Ketika melihat
putihnya jasad Rasulullah, Ukasyah menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah dia:
”Nyawaku sebagai
tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk
membalasmu ya
Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar
tubuhku dapat
menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara
aku berkat
kehormatanmu dari neraka.”
Bersabdalah Nabi
Muhammad SAW: ”Ingat, barang siapa yang ingin melihat penghuni surga maka
hendaklah dia melihat orang ini.”
Semua orang Islam
yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Ukasyah seraya berkata :
”Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan
berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga.”
Ya Allah, mudahkanlah
kepada kami untuk mendapatkan syafa’atnya, berkat keagungan dan kemegahanMu
(Dari Mau’idhatul
Hasanah)
Ibnu Mas’ud berkata:
”Ketika dekat wafat Nabi Muhammad SAW
berkumpullah kami di
rumah Ibu kita Aisyah. Kemudian Beliau memandang
kami dan
bercucuranlah air matanya.
Beliau bersabda:
”Marhaban bikum
rahimakumullah” (selamat datang kamu semua, mudah-mudahan Allah memberi rahmat
kepada kamu) aku berwasiat kepada kamu agar takwa kepada Allah dan taat
kepadaNya. Telah dekat perpisahan dan telah tiba kembali kepada Allah dan ke
surga Al-Ma’waa. Hendaklah nanti Ali yang
memandikan aku,
Al-Fadhal bin Abbas yang menuangkan air dan Usamah bin
Zaid yang membantu
keduanya. Kafanilah aku dengan pakaianku sendiri
kalau kamu mau, atau
dengan pakaian buatan Yaman yang putih. Jika kamu
sudah memandikan aku
letakkanlah aku di tempat tidurku didalam kamarku
ini di tepi liang
lahadku. Kemudian keluarlah meninggalkan aku sesaat.
Karena pertama-tama
yang menshalatkan aku adalah Allah Azza wa Jalla,
kemudian Jibril,
kemudian Israfil, kemudian Mika’il, kemudian Malaikat
Maut beserta anak
buahnya, kemudian semua Malaikat yang lain. Setelah
ini barulah kamu
masuk sekelompok demi sekelompok dan shalatkanlah aku.”
Setelah mereka
mendengar kata perpisahan Nabi Muhammad SAW ini mereka berteriak seraya
menangis.
Mereka berkata:
”Ya Rasulullah,
engkau adalah Rasul kami
dan kepala kumpulan
kami. Serta penguasa perkara kami. Jika engkau
harus pergi, lalu
kepada siapakah nanti kami akan kembali dalam
menghadapi
kesulitan?”
Nabi Muhammad SAW
bersabda :
”Aku tinggalkan kamu
pada jalan kebenaran dan jalan
yang bersinar dan aku
tinggalkan untuk kamu dua penasehat: Yang
berbicara dan yang
diam. Yang berbicara adalah Al-Qur’an, sedang yang
diam adalah kematian.
Apabila ada sebuah kesulitan pada kamu maka
kembalilah kepada
Al-Qur’an dan Sunnah, dan apabila hatimu keras
membantu lembutkanlah
dia dengan mengambil pelajaran dengan hal ihwal
kematian.”
Detik-detik
Rasulullah saw menjelang sakaratul maut.
Ada sebuah kisah
tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi
itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan
sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati
dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al
Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu
diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu
persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik
turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua
sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu,
hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala
Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik
berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi,
tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya
masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai
anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku
melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu
dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
dikenang.
"Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah? " tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tak membuat
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar kabar ini? " tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin
dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak
seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu
Jibril?"
Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian
maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada
umatku". Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak
bergerak lagi.
Bibirnya bergetar
seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan
santuni orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan
diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang
mulai kebiruan.
wallahu a'lam bisshawab....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar